Mengenal Apa Itu Trauma dan Konseling Traumatik

Oleh : Riesti Anggia Novitasari

(Senin, 12 Juni 2023)

Trauma merupakan kondisi yang timbul sebagai akibat dari pengalaman atau peristiwa buruk yang dialami oleh seseorang, seperti kecelakaan, korban kekerasan fisik, atau bencana alam. Kondisi ini dapat memengaruhi mental dan emosi seseorang terutama saat mengingat peristiwa buruk tersebut.

Pengertian Trauma

American Psychiatric Association (APA) dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM.IV-TR), menyatakan ledakan trauma merangkumi salah satu atau dua daripada berikut, yaitu: (1) seseorang yang mengalami, menyaksikan atau berhadapan dengan kejadian ngeri yang menyebabkan kematian, kecederaan serius atau mengancam fisik diri atau orang lain, (2) respon individu terhadap ketakutan, rasa tidak ada harapan, horror (kanak-kanak mungkin mengalami kecelaruan tingkahlaku).

Begitu juga hal nya dengan gejala trauma. Cavanagh, dalam Mental Health Channel, mendefinisikan trauma adalah suatu peristiwa yang luar biasa, yang menimbulkan luka atau perasaan sakit: namun juga sering diartikan sebagai suatu luka atau perasaan sakit “berat” akibat suatu kejadian “luar bisa” yang menimpa sesorang, secara langsung maupun tidak langsung, baik luka fisik maupun psikis atau kombinasi dari keduanya. Berat ringannya suatu peristiwa akan dirasakan berbeda oleh setiap orang, sehingga pengaruh dari peristiwa itu terhadap perilaku juga berbeda atara seorang dengan yang lainnya.

Trauma bisa saja melanda siapa saja yang mengalami suatu peristiwa yang luar biasa seperti perang, terjadi perkosaan, kematian akibat kekerasan pada orang-orang tercinta, dan juga bencana alam seperti gempa dan tsunami. Gangguan pasca trauma bisa dialami segera setelah peristiwa traumatis terjadi, bisa juga dialami secara tertunda sampai beberapa tahun sesudahnya. Korban biasanya mengeluh tegang, insomnia (sulit tidur), sulit berkonsentrasi dan ia merasa ada yang mengatur hidupnya, bahkan yang bersangkutan kehilangan makna hidupnya. Lebih parah lagi, orang yang mengalami gangguan pasca traumatic berada pada keadaan stress yang berkepanjangan, yang dapat berakibat munculnya gangguan otak, berkurangnya kemapuan intelektual, gangguan emosional, maupun gangguan kemampuan social. Selanjutnya, Cavanagh membagi trauma ke dalam empat tipe yaitu: (1) trauma situasional, (2) trauma perkembangan, (3) trauma intrapsikis, dan (4) trauma eksistensial. Yang keempat tipe ini berbeda dari sisi kejadian dan juga dari sisi tingkat traumanya.

Pertama, trauma situasional sering terjadi akibat bencana alam, kecelakaan kenderaan, kebakaran, perampokan, perkosaan perceraian, kehilangan pekerjaan, ditinggal mati oleh orang yang dicintai, kegagalan dalam bisnis, tidak naik kelas bagi beberapa siswa, dan sebagainya. 

Kedua, trauma perkembangan sering terjadi pada setiap tahap perkembangan, seperti penolakan teman sebaya, kelahiran yang tidak dikehendaki, peristiwa yang berhubungan dengan kencan, berkeluarga dan sebagainya. 

Ketiga, trauma intrapsikis, trauma ini sering terjadi akibat kejadian internal seseorang yang memenculkan perasaan cemas yang sangat kuat, seperti munculnya homo seksual, munculnya perasaan benci pada seseorang yang seharusnya dicintai, dan sebagainya. 

Keempat, trauma eksistensional, trauma ini sering terjadi akibat munculnya kekurang berartian dalam kehidupan.

Konseling Traumatik

Konseling traumatik adalah suatu upaya yang dilakukan klien untuk dapat memahami diri sehubungan dengan masalah trauma yang dialaminya dan berusaha untuk mengatasinya sebaik mungkin.Konseling traumatik sangat berbeda dengan konseling biasa yang dilakukan oleh konselor, perbedaan ini terletak pada waktu, fokus, aktifitas, dan tujuan. Dilihat dari segi waktu konseling traumatik sangat butuh waktu yang panjang dari pada konseling biasa, kemudian dari segi fokus, konseling traumatik lebih memperhatikan pada satu masalah, yaitu trauma yang dirasakan sekarang. Sedangkan konseling biasa, pada umumnya suka menghubungkan satu masalah klien dengan masalah lainnya, seperti latar belakang klien, proses ketidak-sadaran klien, masalah komunikasi klien, transferensi dan conter transferensi antara klien dan konselor, kritis identitas dan seksualitas klien, keterhimpitan pribadi klien dan konflik nilai yang terjadi pada klien.

Proses Tahapan Konseling Traumatik

Proses konseling traumatik adalah tatalaksana peristiwa yang tengah berlangsung dan memberi makna pada klien yang mengalami trauma dan memberi makna pula kepada kaunselor yang membantu mengatasi kliennya. Cavanagh (1982) menyatakan secara umum proses kaunseling traumatik yang dibagi ke dalam tiga tahapan, yaitu:

Pertama, tahap awal konseling yang terdiri dari introduction, invitation and environmental support. Dalam tahapan ini kaunselor membangun hubungan dengan klien yang disebut dengan a working realationship iaitu hubungan yang berfungsi, bermakna dan berguna sehingga klien akan mampu mempercayai, dan mengeluarkan semua isi hati, perasaan dan harapan sehubungan dengan trauma yang dialami. Memperjelas dan mendefinisikan trauma kepada klien dengan gejala-gejala yang dialami, sehingga klien faham betul apa yang sedang ia alami dan kaunselor membatu sepenuhnya. Selain itu juga konselor dengan klien menyepakati masa untuk melakukan sesi konseling.

Kedua, tahap pertengahan (tahap kerja): disini kaunselor menfokuskan kepada penjelajahan trauma yang di alami klien, melalui pengamatan kemudian diberi penilaian sesuai dengan yang dijelajahi. Muhibbin Syah (2006) menyatakan pengamatan adalah proses menerima, menafsirkan dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui panca idera seperti mata dan telinga kemudian dicerna secara objektif sehingga mencapai pengertian. Tahap ini juga dikatakan tahap action . Tujuan tahap ini adalah untuk menjelajahi dan mengekplorasi trauma, serta kepedulian klien atau tindakan dan lingkungan dalam mengatasi trauma tersebut. Dalam tahap ini konselor juga menjaga hubungan yang berkesan dengan menampilkan keramahan, empati, kejujuran, keikhlasan dalam membantu klien.

Ketiga, tahap akhir kaunseling atau tahap termination yang di tandai dengan beberapa aspek yaitu: menurunnya kecemasan traumatik klien, adanya perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamik, adanya tujuan hidup yang jelas dalam masa yang akan datang, dan terjadi perubahan sikap yang positif terhadap trauma yang dihadapi, seperti pada masa trauma dia takut kepada laut karena teringat akan tsunami, tetapi setelah penangan mulai datang dan melihat laut tersebut.

Komentar